Prinsip Kontrak Production Sharing / Kontrak Kerjasama

 Prinsip-Prinsip Kontrak Production Sharing Pada Tiap Generasi :

1.      Generasi I (1964-1977)
Kontrak ini merupakan awal Kontrak Production Sharing. Pada tahun 1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontrak wajib  melaksanakan pembayaran tambahan kepada pemerintah, Prinsip-Prinsip Kontrak Production Sharing Generasi 1 yaitu:
a.       Manajemen operaasi di tangan pertamina.
b.      Kontrak menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan.
c.       Kontrak akan memperoleh kembali seluruh biaiya operasi dengan ketentuan maksimum 40% setiap bulan.
d.      Dari 60% di bagi menjadi ;
1.      Pertamina 65%, dan
2.      Kontraktor: 35 %
e.       Pertamina membayar pendapatan kontraktorkepada Pemerintah.
f.        Kontrak wajib memenuhi kebutuhan bahan bakar Minyak (BBM) untuk dalam negeri secara proporsional (maksimum 25% bagianya) dengan harga US$ 0.20/barel)
g.      Semua peralatan dan pasilitas yan gdi beli oleh kontraktor menjadi milik perptamina
h.      Dari interes kontraktor di tawarkaan kepada Perusahaan Nasional Indonesia setelah dinyatakan komersial.
i.        Sejak tahun 1974 sampai tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan tambahan pendapatan pada pemerintah.

2.                   Generasi II (1978-1987)
Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS  ruling yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operting Income KPS (yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang pertamina merupakan pembayaran pajak pertamina dan kontraktor)
Dianggap sebagai pembayaran royality, sehingga disarankan agar kontraktor membayar pajak secara langsung  pada pemerintah. Di samping itu perlu di terapkan generally accaepted accouting procedure (GAP), yang mana pembatasan pengembalian biaya opersi ( Cost Recoveri Ceiling ) 40% pertahun di hapuskan. Untuk KPS yang berproduksi di lakukan amademen.
Prinsip-prinsip pokok Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987) di sajikan berikut ini.
a.       Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang di perhitungkan oleh kontraktor
b.      Setelah di kurang biaya, pembagian hasil menjadi: 65,91% untuk pertamina; 34,09% untuk kontraktor. Sedangkan gas: 31,80% untuk pertamina; 68.20% untuk kontraktor
c.       Kontraktor membayar pajak 65% secara langsung kepada pemerintah
d.      Kontraktor mendapat insentif;
1.      Harga ekspor penuh minyak mentah domestic market obligation setelah 5 (lima) tahun pertama produksi;
style="line-height: 18.4px; margin-left: 108pt; text-indent: -18pt;"> 2.      Insentif pengembangan 20% dari modal yang di keluarkan untuk fasilitas produksi

3.                  Generasi III (1988-2002)
Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan pajak baru untuk Kontrak Produksion Sharing (KPS) denga tariff 48%. Namun , peraturan tersebut baru dapat di terapkan terhadap kontrak production sharing (KPS) yang di tandatangani  pada tahun 1988. Karena dalam perundang-undangan yang di lakukan. Pihak kontarktor masih mempunyai kecenderungan untuk melakukan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian hasil berubah menjadi: Minyak 71,15%  untuk Pertamina ; 28,85% untuk Kontraktor. Gas : 42,31% untuk Pertamina; 57,68% untuk Kontraktor. Akan tetapi setelah di kurang pajak maka komposisi pembagaian hasinya adalah untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
a.       Minyak : 68% untuk pertamina; 15% untuk kontraktor;
b.      Gas 70% untuk pertamina dan 30% untuk kontraktor.

4.      Generasi IV (2002-Sekarang)
Momentum di mulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV, yaitu pada saat di berlakukanya undang-undang nomer 22 tahun 2001 tentang minyak gas bumi. Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berneda dengan undang-undang yang lama pada undang-unang yang lama, yang menjadi para pihak adalah pertamina dan kontraktor sedangkan dalam undang-undang nomer 22 tahun 2001 minyak dan Gas Bumi, maka yan menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap.
Badan Pelaksana ini terpisah dengan Pertamina. Badan Pelaksana ini telah terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), yang di kepalai oleh Rachmat Soedibjo (republika,31 desember 2002) pada tahun  2002, BP Migas ini telah menandatangani 15 kontrakdi bidang migas. Salah satu dari kontrak yang di tandatangani adalah kontak production sharing (KPS) yang memiliki komitmen infestasi sebesar 35 juta dolar AS.  Para pihak dalam kontrak ini adalah BP migas dengan enilasmo company Indonesia dan unocal Indonesia. Kedua badan usaha tetap memiliki saham masing-masing 50% untuk wilayah kerja blok off shore moarabakau lepas panatai maksasar. Sedangkan 14 kontrak lainy berupa kontrak jual beli gas
Di dalam undag-undang nomer 22 tahun 2001 tidak di atu secara khusus ntentang komposisi pembagian hasil antara Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dana atau Badan Usaha Tetap pembagian  ini akan di atur lebih lanjut dalam  peraturan yanglebih rendah serta di tuangkan dalam kontrak productionsharing (KPS) apabila kita mengacu pada pasal 66 ayat (2) hukum nomer 22 tahun 2001, maka jelas pada pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksaanaan dari undang-undang nomer 44 Prp tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan undang-undang nomer 8 tanuh 1971 tentang pertamina masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum di ganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Di dalam pasal 16 peraturan pemerintah nomer 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan pedoman kerja sama kontrak bagi hasil minyak dang s bumi di tentukan bahwa yang menetapkan pembagian hasil itu adalah menteri pertambangan dan energy, apabila di gunakan ukuran pada generasi III, maka pembagian hasilnya adalah sebagai berikut 
a.       Minyak : 65% untuk badan pelaksana ; 15% untuk Badan Usaha atas badan Usaha Tetap ;
b.      Gas : 70% untuk pertamina untuk kontraktor.
Dalam undang-undang tersebut juga diatur tentang penyerahan pembagian hak badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk memenuhi kebutuhan dalam negri paling banyak 25% ( pasal 22 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi)
Setiap generasi kontrak production sharing (KPS) ternyata berbeda pembagian hasil antara pertamina dan kontrak perbedaan ini dapat dilihat berikut ini.
1.      Pada kontrak production sharing (KPS) generasi I (1964-1977) pembagian hasil untuk minyak dari 60% dibagi menjadi: pertamina 65% dan kontraktor 35%.
2.      Pada kontrak production sharing (KPS) generasi II  (1978-1987), setelah dikurangi biaya biaya pembagian hasil menjadi : minyak :65,91% untuk pertamina: 34,09% untuk kontraktor : sedangkan gas : 31,80% untuk pertamina 68,20% untuk kontraktor
3.      Pada kontrak production sharing (KPS) generasi III (1988 – 2002 ) maka komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak sebagai berikut:
a.       Minyak: 65% untuk badan pelaksana: 15% untuk badan usaha dan atau badan usaha tetap dan
b.      Gas 70% untuk Pertamina dan 30% untuk kontraktor.
4.      Prinsip dalam kontrak production sharing (KPS) generasi IV (2002-Sekarang) maka komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah.
a.       Minyak: 65% untuk Badan pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap.
b.      Gas 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap.

Related Posts :