----------------------------------------------------------------
KEBIJAKAN PAJAK PEMERINTAH VS RAKYAT
KEBIJAKAN PAJAK PEMERINTAH VS RAKYAT
Saya terbelalak ketika pertama kali mendengar bahwasanya pendapatan negara ternyata lebih dari 80% itu berasal dari pajak. Pajak merupakan iuran wajib yang harus kita lunasi kepada pemerintah, yah seperti itulah kira-kira, undang-undang kita juga membahasahakan secara polos bahwa pajak adalah uang paksa, itu bahasa resmi undang-undang.
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. (tambahan pada waktu amendmen III Nov 9, 2003)
Kita seolah terima saja ketika negara yang memaksa kita, secara pribadi hal itu menginjak-injak harga diri saya. Mungkin orang lain masah bodoh dengan hal ini, atau mungkin mereka mempunyai alasan logis untuk membenarkan tindakan tersebut, tapi yang jelas saya sudah terdoktrin dengan pikira-pikiran yang terbentuk pada masa kanak-kanak. Dahulu ketika saya kecil, bila saja ada orang yang meminta kue saya secara paksa, pasti saya tidak akan memberikan, Pak Guru SMP saya juga pernah menyampaikannya secara formal di apel pagi, katanya “jika ada kakak kelas kalian yg meminta uang jajanmu secara paksa jangan berikan, ingat wajahnya, kemudian laporkan kepada Pak Guru, biar mereka kami kenakan hukuman.” Pemerintah lebih arogan daripada kakak kelas saya waktu SMP, lebih licik dari preman-preman kampung saya, bahkan Pak Guru saya tak berdaya dibuatnya. Undang-undang di atas adalah tamengnya.
Hampir disetiap sudut ada tukang palaknya, apalagi bagi yang berdomisili di kota besar, baik sekedar untuk melanjutkan pendidikan, tinggal menetap, atau hanya mampir kepernikahan tetangga lama. Beli pulsa ada potongan PPN, bayar listrik, bayar air, sekedar mengecek saldo di bank, atau mengantar ibu hamil di rumah sakit bersalin, pasti kita di pajaki, kemudian di berikan kertas kusut yang tak ada nilai jualnya sama sekali. Aneh sekali, istilah Pajak tidak di kenal di negara seperti Arab Saudi, Oman, Kuwait, dan Qatar.
Bayangkan jika anda mempunyai schedule yang ketat dalam satu hari penuh, misalnya pagi hari anda harus menjemput ibu anda di bandara, kemudian ibu anda menyuruh anda mampir di bank untuk menarik uang, setelah itu pergi lagi ke mall, belanja beberapa jam, singgah di restaurant sekedar mencicipi makanan kota, lalu singgah lagi di toko swalayan untuk mencari karet gelang, kemudian pergi lagi ke hiburan karaoke, dan kembali ke bank untuk mengambil uang lagi, dan lain lain. Jika anda orang yang termaksud aktif, mungkin saja anda akan singgah di 14 tempat yang ada pajaknhya tiap minggu, 14 x 1000 (uang parkiran) x 4 minggu = RP56.000 (harga sebuah buku murahan), negara telah menghilangkan kesempatan anda untuk membeli 1 buku tiap bulannya. Mungkin jika anda seorang mahasiswa yang mempunyai kiriman pas-pasan bisa langsung terkenal di warung-warung dekat kontrakan anda, bukan karena kegiatan anda terlalu hedonis tetapi karena nama anda akrab sekali dengan buku utang. Bisa di perkirakan jika uang kiriman anda Rp 600.000.- per bulanya. Jadi anda harus mengurangi kiriman dengan pengeluaran rutin anda perbulan, saya mencoba kalkulasikan sesuai dengan keperluan bulanan saya,Rp 600.000 – Rp 20.000 x 4(bensi full tangki) – Rp 6000 x 4 (pulsa 5000) – Rp 53.000 (beras 5kg) – Rp 3.000 x 30 (air galon) – Rp 20.000 (obatnyamuk) – Rp 70.000(air listrik) – Rp 20.000 (sabun mandi&pasta gigi) – Rp 30.000 (oli samping) – Rp 100.000 (tugas) Rp 50.000 (tak terduga) – Rp 56.000 (parkiran) = Rp 47.000,-.
Biaya-biaya di atas di hitung sekurang-kurangnya atau bisa di sebut juga paling rendahnya seperti itu, anda bisa saja mempunyai kebutuhan lebih, anda orang yang luar biasa hemat dan pandai mengelolah keuangan jika saja keperluar anda di bawa rata-rata hitungan ini (hal ini tidak berlaku bagi anda yang tinggal dengan keluarga).
Di bangku sekolah dasar, pada pelajaran sejarah belanda dikutuk atas perlakuannya kepada pribumi karena membebankan pajak. Nampaknya kelakuan Kompeni Belanda dengan pemerintah Indonesia beda-beda tipis, sama-sama tukang palak, tetapi yang mengiris hati ketika pajak yang di terapkan untuk saat ini di Negeri yang katanyamerdeka ternyata lebih besar di banding pajak yang di terapkan belanda tempo doloe. Tanam paksa yang katanya menyengsarakan, hanya menerapkan pajak 20%. Jumlah ini masih sedikit dibanding dengan pajak penghasilan yang bisa mencapai 30% pada jaman reformasi dan 35% pada jaman Suharto (sumber:http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com). Benar saja kata Thomas Paine: “Pemerintah, sekalipun yang terbaik, tidak lain adalah pembawa kesengsaraan.”
Orang-orang pasti bertanya, “lalu-lalu dari mana kita mau mendapatkan penghasilan kemudian membiayai ratusan juta rakyat?” dan pasti saya juga akan bertanya balik “kau pikir SDA dan SDM kita itu bukan potensi?” bayangkan, pemenfaatan SDA saja di Inonesia sangat tidak becus, buktinya banyak TKW yang lari ke luar negeri karena gaji disana lebih menggiurkan, jangankan TKW para ahli saja yang kotasinya adalah seorang yang mempunyai intregitas yang tinggi banyak yang meninggalkan tanah kelahiranya dan lari untuk bekerja menghasilkan penemuan-penemuan spektakuler untuk negeri orang. B.J Habibie contohnya, ini yang menjadi pukulan berat bagi Indonesia. Seorang ahli, Presiden ke-3, tak ada darah Jerman-nya sedikitpun, lebih memilih untuk di pekerjakan di negeri orang daripada di negrinya sendiri. Contoh lain. Saya juga mempunyai seorang paman yang merupakan tenaga pengajar (dosen), beliau merupakan lulusan terbaik (S1) Fakultas MIPA Fisika Universitas Indonesia di jamannya, kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 di Gorbone University, Prancis. Karena panggilan hatinya untuk terus belajar beliau berhasil mendapat gelar Doktor dan Profesor-nya di salah satu Universitas terkemuka di Amerika, karena ketidak becusan pemerintah dalam hal mengelolah atau memanfaatkan SDA maka Paman saya itu sekarang berwarga negara Canaada, dan lagi karena pemerintah tidak cerdik melihat peluang seingga, Paman saya sekarang menjadi pahlawan defisa untuk negeri orang, sanagt lucu sekali karena devisa yang di hasilkan salah satunya datang dari Indonesia, Beliau sekarang menjadi dosen terbang yang di datangkan dari Canada untuk mengajar di Universitas Gunadarma Jakarta. Ini sangat lucu menurut saya.
Entah apa yang menyebabkan pemerintah kita kurang berkonsentrasi terhadap pengembangan SDM, mungkin karena pengsilan dari pajak sangat menggiurkan, seringkali kita mencari investor asing yang mempunyai peralatan lebih canggih, sedikit-sedikit kita memanggil ahli dari luar negri, dan sedikit demi sedikit kekayaan alam kita di keruk oleh negara lain, maka tergadai sudahlah negara ini.
Sebenarnya secara prbadi, saya agak keberatan jika pengelolaan SDA dan pemanfaatan SDM di kerjakan oleh pemerintah, karena pemerintah bukanlah instansi yang produktif, ia ibarat parasit yang selalu menempel di pantat-pantat swasta. Ada yang berani jamin ketika anda membeli pulsa Im3 uang yang anda bayarkan bersih di terima pleh PT. Indosat? Pasti tidak ada. Harus diingat bahwa swasta tidak menarik pajak, artinya mereka benar-benar hidup dari jasa yang mereka berikan. Sedangkan untuk jasa pemerintah, tidak semua pembayar pajak menikmati apa yang mereka bayar. Jangan heran kalau usaha-usaha penggelapan pajak, melarikan diri dari kejaran pajak oleh individu wajib-pajak dianggap wajar. Satu-satunya sebab orang membayar pajak adalah karena dipaksa. Lagi kata Thomas Paine: “Pemerintah, sekalipun yang terbaik, tidak lain adalah pembawa kesengsaraan.”
Pringatan Untuk Tukang Palak :
Hadith – 369 al-Tirmidhi
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Uthman ibn Abul'As:
Saya mendengar Rasullulah SAW berkata: Daud a.s. di malam hari akan membangunkan keluarganya dan berkata: hai keluarga Daud, bangun dan berdoa karena saat seperti ini adalah saat dimana Allah subhanahu wa ta’ala akan segera mengabulkan doa kecuali doa tukang sihir/tenung dan penarik pajak.
Oleh: Muhammad Farit Ode kamaru