Defenisi Hukum Humaniter Menurut Para Ahli
Hukum Humaniter Internasional (HHI), atauInternational Humanitarian Law (IHL) atau sering disebut juga sebagai Hukum Humaniter, bukan merupakan cabang ilmu baru dalam Hukum Internasional, sehingga terdapat berbagai rumusan atau definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan Hukum Humaniter.
Adapun pendapat mengenai pengertian Hukum Humaniterlainnya dapat dilihat sebagaimana antara lain dikemukakan para ahli berikut ini :
A. Jean Pictet, yang menulis buku tentang “The Principle of International Humanitarian Law”. Dalam buku tersebut, Pictet membagi Hukum Humaniter menjadi dua golongan besar; yaitu :
1. Hukum Perang, yang dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu :
a). The Hague Laws, atau hukum yang mengatur tentang alat dan cara berperang, serta
b). The Geneva Laws, atau hukum yang mengatur tentang perlindungan para korban perang.
2. Hukum Hak Asasi Manusia
a). The Hague Laws, atau hukum yang mengatur tentang alat dan cara berperang, serta
b). The Geneva Laws, atau hukum yang mengatur tentang perlindungan para korban perang.
2. Hukum Hak Asasi Manusia
Kemudian Pictet memberikan definisi Hukum Humaniter sebagai berikut :
“International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for individual and his well being”.
“International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for individual and his well being”.
Pictet menggunakan istilah hukum perang dalam dua pengertian, yaitu hukum perang dalam yang sebenarnya (the laws of war properly so-called), yaitu hukum den Haag; dan hukum humaniter dalam pengertian yang sebenarnya (humanitarian law properly so-called), yaitu hukum Jenewa.
B. Geza Herczegh, yang berpendapat bahwa International Humanitarian Law hanyalah terbatas pada hukum Jenewa saja, dan karenanya Herczegh merumuskan hukum humaniter sebagai berikut :
“Part of the rules of public international law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and spirit being different”.
C. Esbjorn Rosenblad, yang membedakan antara :
1. Hukum sengketa bersenjata, yaitu hukum yang mengatur masalah-masalah seperti :
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Penduduk di wilayah pendudukan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral.
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Penduduk di wilayah pendudukan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral.
2. Sedangkan hukum perang, memiliki arti yang lebih sempit daripada hukum sengketa bersenjata, yang mencakup antara lain masalah :
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil.
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil.
Berbeda dengan Herczegh, maka Rosenblad memasukkan dalam Hukum Humaniter, kecuali Hukum Jenewa, juga sebagian dari Hukum Den Haag, yaitu yang berhubungan dengan metoda dan sarana berperang.
Menurut Rosenblad, Hukum Perang inilah yang oleh ICRC disebut dengan “international humanitarian law applicable in armed conflict”. Dapat disimpulkan bahwa menurut Rosenblad, Hukum Humaniter identik dengan Hukum Perang, sedangkan Hukum Perang sendiri merupakan bagian dari Hukum Sengketa Bersenjata.
D. Mochtar Kusumaatmadja
D. Mochtar Kusumaatmadja
Dalam suatu kesempatan ceramah pada tanggal 26 Maret 1981, beliau menjelaskan bahwa yang dinamakan Hukum Humaniter adalah sebagian dari Hukum Perang yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang; berlainan dengan hukum perang yang mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu, seperti mengenai senjata-senjata yang dilarang. Pada kesempatan lain, Prof Mochtar juga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum atau Konvensi Jenewa identik atau sinonim dengan hukum atau konvensi-konvensi humaniter; sedangkan Hukum Perang atau Konvensi-konvensi Den Haag mengatur tentang cara melakukan peperangan.
Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum perang menjadi dua bagian:
1. Ius ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata;
2. Ius in bello yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi :
a. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (the conduct of war). Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws.
b. Hukum yang mengatur perlindungan orang¬-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws.
b. Hukum yang mengatur perlindungan orang¬-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws.
Setelah melakukan pembagian tersebut, Mochtar Kusumaatmadja kemudian mengemukakan bahwa Hukum Humaniter adalah “bagian dari hukum yang mengatur ketentuan¬-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”.
E. GPH. Haryomataram
GPH. Haryomataram membagi Hukum Humaniter menjadi dua aturan pokok, yaitu :
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag / The Hague Laws);
2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa / The Geneva Laws).
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag / The Hague Laws);
2. Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa / The Geneva Laws).
F. Esbjorn Rosenbland, merumuskan hukum humaniter internasional dengan mengadakan pembedaan antara The Law of Armed Conflict, berhubungan dengan:
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Pendudukan wilayah lawan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral;
Sedangkan Law of Warfare, ini antara lain mencakup:
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan
orang sipil.
a. Permulaan dan berakhirnya pertikaian;
b. Pendudukan wilayah lawan;
c. Hubungan pihak bertikai dengan negara netral;
Sedangkan Law of Warfare, ini antara lain mencakup:
a. Metoda dan sarana berperang;
b. Status kombatan;
c. Perlindungan yang sakit, tawanan perang, dan
orang sipil.
G. Pantap (Panitia Tetap) Hukum Humaniter
Panitia Tetap (Pantap) Hukum Humaniter, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia merumuskan sebagai berikut:
“Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang”.
“Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang”.
thanks...............................