Aspek Hukum Garansi Bank


1.   Garansi Bank
Istilah garansi berasal dari bahasa Inggris guarantee atau guaranty yang berarti menjamin atau jaminan.
Pasal 1 butir 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) No. 11 / 110 / Kep / Dir / UPPB tanggal 28 maret 1979 tentang pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan Bank, menyebutkan :
Jaminan adalah warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila jaminan pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi).

Dalam garansi bank, ada tiga pihak yang terlibat yaitu :
a.    Pihak penjamin              :  pihak yang memberikan jaminan (pihak bank)
b.    Pihak terjamin               : pihak yang dijamin (nasabah)
c.    Pihak penerima jaminan    : pihak yang menerima jaminan.

Jadi, garansi bank merupakan suatu perjanjian tertulis yang isinya bank menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang tertentu apabila terjamin di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan.
Atas pemberian garansi bank tersebut, maka bank akan menerima fee dari terjamin berupa sejumlah uang tertentu yang disebut provisi. Jumlah provisi ini dihitung atas dasar prosentase tertentu dari jumlah garansi bank untuk jangka waktu tertentu pula (Anwari, 1981 : 9)

2.   Perjanjian Garansi
Kesepakatan pemberian garansi bank oleh perbankan kepada terjamin dituangkan dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian bank garansi vide pasal 1824 KUH Perdata, pasal tersebut menentukan bahwa penanggungan (jaminan) harus ditentukan secara tegas meski tidak harus secara tertulis. Namun sebagaimana lazimnya, suatu perjanjian perbankan selalu dituangkan dalam bentuk akta tertulis untuk menjamin kepentingan hukum para pihak. Berdasarkan surat perjanjian garansi bank tersebut bank akan memberikan surat garansi bank kepada terjamin untuk diserahkan kepada penerima jaminan.
Menurut Anwari (1981:26) Surat Perjanjian Garansi Bank memuat syarat minimal sebagai berikut:
a.    Tujuan penggunaan garansi bank
b.    Jumlah tertinggi garansi bank
c.    Tanggal mulai berlaku serta jangka waktu garansi bank
d.   Tempat kedudukan (domisili) terjamin dan bank
e.    Macam jaminan lawan yang diserahkan oleh jaminan kepada bank serta nilainya
f.     Terjamin tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan tentang pemberian garansi bank yang ditetapkan oleh bank
g.   Terjamin tunduk kepada instruksi-instruksi dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bank indonesia serta kelaziman perbankan
h.   Biaya garansi bank yang harus dibayar oleh terjamin
i.     Terjamin memberi kuasa yang tak dapat dicabut kembali kepada bank untuk sewaktu-waktu mencairkan jaminan lawan guna melunasi hutang terjamin sebagai akibat dilaksanakannya pembayaran garansi bank maupun hutang lainnya yang timbul sehubungan dengan pemberian garansi bank tersebut.

SKBI No. 11 / 110 tahun 1979 tidak memberikan definisi tentang perjanjian garansi bank. SKBI tersebut hanya menentukan hal-hal minimal yang harus dipenuhi dalam satu garansi bank.
Pasal 2 butir 2 SKBI mengatur syarat minimal dalam garansi bank sebagai berikut:
a.    Judul garansi bank atau bank garansi
b.    Nama dan alamat bank pemberi garansi
c.    Tanggal penerbitan garansi bank 
d.   Transaksi antar pihak yang dijamin dengan penerimaan jaminan
e.    Jumlah uang yang dijamin oleh bank
f.     Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya garansi bank
g.   Penegasan batasan waktu klaim
h.   Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebih dahulu menyita dan menjual benda-benda terjamin (nasabah) untuk melunasi hitungannya sesuai dengan pasal 1831KUHPerdata, atau pernyataan bahwa penjamin (bank) melepaskan bank istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda terjamin (nasabah) lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya vide pasal 1832 KUHPerdata.

Pasal 2 butir 3 SKBI menentukan hal yang tidak dimuat dalam garansi bank sebagai berikut:
a.    Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya garansi bank
b.    Ketentuan bahwa garansi bank dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak
c.    Sebagaimana diketahui, lembaga perbankan diwajibkan untuk bersikap selektif dalam melakukan aktivitas untuk meminimalisasi risiko. Berdasarkan prudential banking (prinsip kehati-hatian bank), dalam pemberian garansi bank, garansi harus melakukan penilaian secara seksama terhadap calon nasabah. SEBI No. 11 / 11 UPPB tanggal 28 Maret  1979, mengharuskan bank untuk :
d.   Meneliti bonafiditas pihak yang dijamin
e.    Meneliti sifat dan menilai transaksi yang akan dijamin sehingga dapat diberikan jaminan yang sesuai
f.     Menilai jumlah jaminan yang akan diberikan bank
g.   Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan kontra jaminan yang cukup sesuai dengan kemungkinan terjadinya resiko.


Menurut Munir Fuady (1997 : 202) untuk membatasi risiko dalam penerbitan garansi bank, pihak bank mensyaratkan adanya jaminan lawan (counter garanty) yang nilainya ditentukan oleh kebijakan bank namun biasanya setara dengan nilai jaminan yang tercantum dalam garansi bank. Jaminan lawan tersebut tidak harus dalam bentuk uang tunai, melainakn bias berupa giro, deposito, surat-surat berharga, atau lainnya yang dianggap aman oleh bank.