Sudut Pandang Keilmuan Hukum Tata Negara

A. Definisi Hukum Tata Negara
Definisi Hukum Tata Negara menurut penyatuan doktrin menurut M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. HTN adalah “sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertical dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya”.

Hukum Tata Negara dalam arti luas dikatakan bahwa Hukum Tata Negara sebagai bagian dari hukum yang mengenai sistem pemerintahan suatu negara. Hukum Tata Negara dalam arti sempit menurut Maurice Duverger dikatakan bahwa Hukum Tata Negara hanya peraturan mengenai lembaga-lembaga politik (lembaga-lembaga negara) dan fungsi-fungsinya, tidak ada dinyatakan secara eksplisit mengenai kedudukan warga negara.

Hukum Tata Negara di Indonesia dibedakan menjadi Hukum Tata Negara dalam arti umum dan Hukum Tata Negara dalam arti hukum Positif.
Hukum Tata Negara umum disebut pula pengantar Hukum Tata Negara yang membahas mengenai teori-teori ketatanegaraan secara umum, sedangkan Hukum Tata Negara positif hanya membahas konstitusi yang berlaku di Indonesia saja.

Berdasarkan semuanya itu maka HTN dapat dikatakan sebagai sekumpulan peraturan-peraturan yang mengenai organisasi negara, lembaga-lembaga negara dan kekuasaannya, hubungannya satu dengan yang lain, dan hubungan negara dengan warga negaranya.

B. Objek dan Ruang Lingkup Hukum Tata Negara

Objek Hukum Tata Negara adalah negara dalam arti konkret atau negara yang terikat oleh kurun waktu dan tempat, sedangkan ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara secara umum adalah mengenai organisasi negara yang mencakup mengenai lembaga-lembaga negara, hubungannya satu dengan yang lain serta kekuasaannya, warga negara dan wilayah negara.

Para sarjana dalam pendapatnya mengenai kajian Hukum Tata Negara memiliki perbedaan perspektif dalam melakukan kajian terhadap masalah Hukum Tata Negara, karena permasalahan yang dijadikan dasar kajian dalam Hukum Tata Negara bersifat dinamis, situasional dan kondisional.

Studi Hukum Tata Negara di Indonesia terpusat pada substansi dan penerapan UUD 1945 di dalam kenyataan, serta mengembangkannya ke semua bidang hukum, sejauh mengenai prinsip-prinsip konstitusional yang melandasi penerapannya dalam praktek.
Mengapa Kajiannya hanya sebatas UUD 1945? Hal ini dikarenakan di dalam UUD 1945 sudah terdapat mengenai tipe negara, struktur organisasi negara, lembaga-lembaga negara, kekuasaan, hubungan antar lembaga negara, warga negara beserta hak-hak dan kewajibannya, wilayah negara dan asas-asas kenegaraan.

C. Hubungan Hukum Tata Negara dengan ilmu lainnya
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara. Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoritis kepada Hukum Tata Negara Positif, sedangkan Hukum Tata Negara merupakan konkretisasi dari teori-teori Ilmu Negara.

- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik. Hubungan keduanya diibaratkan Hukum Tata Negara sebagai kerangka manusia dan Ilmu Politik sebagai daging yang melekat disekitarnya, Hukum Tata Negara sangat memerlukan Ilmu politik dikarenakan Ilmu Politik diperlukan untuk mengetahui latar belakang dari suatu perundang-undangan. Selain itu, keputusan-keputusan politik merupakan peristiwa yang banyak pengaruhnya terhadap Hukum Tata Negara.
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Hubungan keduanya diibaratkan Hukum Tata Negara adalah burung dan Hukum Administrasi Negara adalah

sayapnya, badan-badan negara itu lumpuh tanpa Hukum Tata Negara karena badan negara itu menjadi tidak memiliki wewenang. Sebaliknya, badan-badan negara tanpa adanya Hukum Administrasi Negara menjadi bebas tanpa batas.
- Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Internasional. Urusan hubungan antar negara menjadi bidang pengaturan HI, namun kapasitas pemerintah untuk dapat mengadakan hubungan antar negara itu ditentukan di dalam Hukum Tata Negara.

D. Metode dan Penafsiran Dalam Hukum Tata Negara
Metode mempunyai 4 arti yaitu dalam arti ilmu pengetahuan, dalam arti cara bekerja, dalam arti pendekatan, dan dalam arti tujuan. Metode atau sering disebut dengan pendekatan sangat diperlukan dalam Hukum Tata Negara, karena Hukum Tata Negara tidak hanya semata-mata melihat dan mempelajari bentuk-bentuk perumusan kaidah hukum yang dapat diketahui dari hasil perundang-undangan, kebiasaan, yurisprudensi, dan penemuan ilmu pengetahuan, melainkan juga harus mendekati persoalan Hukum Tata Negara dari segi sejarah, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam masyarakat dan perbandingan dengan tertib hukum negara-negara lainnya.

- Metode Yuridis Dogmatis (Paul Laband). Menurut metode ini pengkajian masalah Hukum Tata Negara dilakukan dengan memahami berbagai peraturan ketatanegaraan, mulai dari UUD hingga peraturan perundang-undangan yang terendah. Jika suatu persoalan tidak ada pengaturannya dalam peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut, maka hal tersebut bukanlah masalah Hukum Tata Negara.
Kelemahan metode ini adalah dalam memahami Hukum Tata Negara tidak cukup hanya menyelidiki UUD dan UU, karena diluar itu masih terdapat peraturan Hukum Tata Negara lainnya yang walaupun tidak tertulis memiliki kekuatan hukum sama dengan UUD, seperti konvensi ketatanegaraan.
- Metode Historis Yuridis (Thoma). Pengkajian masalah Hukum Tata Negara dilakukan dengan memahami aspek sosiologis dan politis yang menjadi latar belakang perkembangan lembaga lembaga ketatanegaraan.
Kelemahan metode ini adalah penyelidikan bersifat subyektif dan tidak dapat menungkapkan latar belakang yang sebenarnya dari masalah yang dikaji.
- Metode Historis Sistematis. Permasalahan Hukum Tata Negara didekati dari sudut historis dan dianalisa secara sistematis untuk mendapat pengertian yang tepat. Hal ini hanya dapat dipahami secara tepat berdasarkan kondisi-kondisi historis yang melahirkannya. Setiap konsep maupun ide betapapun abstraknya terikat pada situasi tertentu . Oleh karena itu pemahamannya secara tepat tidak dapat dilepaskan dari situasi yang melahirkannya.

E. Penafsiran dalam Hukum Tata Negara
Penafsiran (interpretasi) merupakan salah satu langkah dalam penerapan hukum yang dimaksudkan untuk menentukan makna yang tepat bagi suatu peraturan perundang-undangan. Dalam studi Hukum Tata Negara kebutuhan untuk mengadakan penafsiran itu timbul karena naskah konstitusi tidak memuat semua ketentuan normatif yang diperlukan untuk menata kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan.

- Metode interpretasi gramatikal yang disebut juga metode penafsiran obyektif merupakan cara penafsiran atau penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Interpretasi menurut bahasa ini selangkah lebih jauh sedikit dari sekedar ‘membaca undang-undang.’ Dari sini arti atau makna ketentuan undang-undang dijelaskan menurut bahasa sehari-hari yang umum. Ini tidak berarti bahwa hakim terikat erat pada bunyi kata-kata dari undang-undang. Interpretasi menurut bahasa ini juga harus logis.
- Interpretasi Historis. Makna ketentuan dalam suatu peraturan perundang-undangan dapat juga ditafsirkan dengan cara meneliti sejarah pembentukan peraturan itu sendiri. Penafsiran ini dikenal dengan interpretasi historis. Ada 2 (dua) macam interpretasi historis, yaitu penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran menurut sejarah hukum.
- Interpretasi Restriktif. Disini untuk menjelaskan suatu ketentuan Undang-Undang ruang lingkup ketentuan Undang-Undang itu dibatasi. Cara penafsiran yang mempersempit arti suatu istilah atau pengertian dalam (pasal) undang-undang. Ini adalah suatu metode penafsiran dengan mempersempit arti suatu peraturan dengan bertitik tolak pada artinya menurut bahasa.
- Interpretasi Ekstensif Menafsirkan dengan memperluas arti suatu istilah atau pengertian dalam pasal undang-undang.