Pengertian, Sejarah, Dasar Hulum, dan Tujuan Obligasi


OBLIGASI

A.      Pengertian, Sejarah, Dasar Hulum, dan Tujuan Berdirinya

1.      Pengertian

Obligasi merupakan surat hutang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau berjenjang. Obligasi diterbitkan dapat berupa atas unjuk dan atas nama.
Obligasi atas unjukberarti pemegang obligasi dianggap sebagai pemilik atas hak obligasi tersebut. Sedangkan obligasi atas nama berarti yang berhak atas sejumlah nilai uang atas obligasi tersebut adalah sesuai dengan nama yang tertera pada obligasi tersebut. Tingkat suku bunga dalam obligasi disebut kupon. Kupon merupakan penghasilan bunga obligasi yang didasarkan atas nilai nominal  yang dilakukan berdasarkan perjanjian, biasanya setiap tahun atau setiap semester atau triwulan. Penerbitan obligasi melibatkan perjanjian antara dua pihak, yaitu pihak penerbit (issuer) dengan pihak pembeli pinjaman (investor/bondholder). Dalam kontrak perjanjian tersebut biasanya berisi beberapa hal, diantaranya:

1.      Besarnya tingkat kupon serta periode pembayaran
2.      Jangka waktu jatuh tempo
3.      Besarnya nominal
4.        Jenis obligasi
Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi syari’ah sebagaimana Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syari’ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syari’ah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil atau margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Walaupun masih ada sebagian ulama yang mempertanyakan kebolehan obligasi syari’ah, namun obligasi syari’ah di Indonesia telah dipayungi kehalalannya oleh Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002. Dua obligasi yang beredar  bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002, yaitu obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah. Masing-masing disahkan oleh Fatwa DSN –MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002 dan fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/111/2004.
Adapun kaidah syari’ah untuk obligasi syari’ah ini adalah :
1.      Bersifat mudharabah karena tidak harus menanggung rugi.
2.      Dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing) dimana emiten mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
3.      Dapat dijual dibawah nilai paru (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
4.      Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah utang.

2.      Sejarah Munculnya Obligasi

Pasar modal syari’ah telah diluncurkan pada tanggal 14 maret 2003. Mucul harapan bahwa pasar modal yang di dasari prinsip syari’ah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syari’ah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi (lembaga keuangan) syari’ah dan instrumen-instrumen syari’ah. Salah satu instrumen syari’ah yang diperkirakan akan berkembang pesat adalah obligasi  syari’ah.
Memang terdapat keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan pasar modal syari’ah ini. Pasar, instrumen, dan institusi menjadi komponen yang saling mendukung dalam sistem keuangan syari’ah. Satu institusi skan membutuhkan pasar, instrumen, dan institusi lainnya.
Ketika bank syari’ah dikembangkan, muncullah untuk membuat pasar uang syari’ah. Pada saat reksa dana syari’ah dimunculkan, perlu instrumen halal untuk penyaluran penempatan fortofolio-nya. Demikian juga dengan asuransi dan dana pensiun syari’ah. Lembaga keuangan syariah ini memerlukan bank syari’ah, membutuhkan pasar modal syariah dengan saham halal dan obligasi syariahnya. Ketika suatu emiten yang tercatat di bursa ingin dikatakan tergolong syariah, boleh jadi emiten tadi memerlukan obligasi syariah sebagai pendanaan alternatifnya.

3.      Dasar Hukum

Pelaksaan obligasi syari’ah di Indonesia dilaksanakan atas dasar hukum:
1.      pendapat ulama  tentang keharaman mendapatkan bunga
2.      pendapat ulama tentang keharaman obligasi yang penghasilannaya berbentuk bunga (kupon)
3.       pendapat ulama tentang obligasi syari’ah yang menggunakan prinsip mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna, dan salam.
4.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional no.20 DSN/IV/2001 mengenai pedoman pelaksaan invstasi reksa dana syari’ah.
5.       Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syari’ah.
Dengan dasar pegangan hukum dari Dewan Syari’ah Nasional dibawah Majlis Ulama Indonesia mengenai obligasi syari’ah, penerbitan obligasi syari’ah oleh perusahaan di Indonesia bisa direalisasikan. Penyelesaian perselisihan dalam menerbitkan obligasi syari’ah jika timbul perselisihan antara pihak terkait, harus diselesaikan Badan Arbitrase Syrai’ah apabila tidak mendapatkan penyelesaian sepakat antara kedua belah pihak yang bersengketa.

4.      Tujuan Berdirinya Obligasi Syari’ah
Adapun tujuan di terbitkannya obligasi adalah sebagai berikut:
ü  Memperluas basis sumber pembiayaan angggaran negara
ü  Mendorong pengembangan pasar keuangan syari’ah
ü  Menciptakan benchmark di pasar keuangan syari’ah
ü  Diversifikasi basis investor
ü  Mengembangkan alternatif instrumen investasi
ü  Megoptimalkan pemanfaatan barang milik negara
ü  Memanfaatkan dana-dana mesyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional

B.     Konsep Dasar Obligasi Syari’ah

Sebagaimana yang telah dikemukakan diawal makalah ini, bahwa obligasi adalah surat hutang, dimana pemegangnya berhak atas bunga tetap. Sedangkan bunga dalam islam sama dengan riba yang diharamkan baik dalam al-qur’an, hadits nabi, ataupun ijma’ ulama. Oleh kerena itu, pada prinsip syari’ah tidak mengenal adanya hutang, tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (maal) maupun jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiyaan. Perbedaan yang paling mendasar antara obligasi syari’ah dengan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual-beli. Sedangkan pada obligasi syari’ah saat perjanjian jual-beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah seberapa besar proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.

Menurut Muhammad Amin, instrumen obligasi syari’ah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istishna, salam dan mudharabah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syari’ah tergantung pada prinsip yang mana yang akan digunakan emiten. Dalam konsep obligasi syari’ah mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok hutang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudharib, sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul maal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syari’ah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria Jakarta Islamic Index (JII). Obligasi syari’ah juga lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan oleh:

C.    Prinsip Transaksi Dan Aplikasinya

Berdasarkan prinsip transaksi diatas, untuk saat ini di indonesia mengenal adanya dua jenis obligasi, yaitu obligasi mudharabah dan obligasi ijarah.

Obligasi Mudharabah
Obligaasi syari’ah mudharabah adalah obligasi syari’ah yang menggunkan akad mudharabah. Sesbagaimana yang telah kita ketahui, akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/investor) dan pengelola (mudahrib/emiten)
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam jangka waktu tertentu dengan persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerjasama kontemporer bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitra kerjasama selamanya.
Pada prinsipnya, obligasi mudharabah yang dikonversi menjadi saham sama dengan obligasi mudharabah baik yang muthlaqah maupunmuqayyadah. Persamaan adalah sama-sama menggunakan prinsip musyarakah danal-ghunm bi al-ghurm dalam hal pembagian keuntungan, sehingga dalam hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah islam dalam distribusi keuntungan investasi.
Obligasi Ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syari’ah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemiikan.
Obligasi ijarah banyak diminati oleh para investor, karena pendapat-pendapatnya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih mengykai fixied income.

D.    Jenis-Jenis Obligasi & Mekanisme Oprasionalnya

1.      Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbitan
a.       Obligasi pemerintah pusat
b.      Obligasi pemerintah daerah
c.       Obligasi badan usaha milik negara
d.       Obligasi perusahaan swasta
2.       Jenis Obligasi Berdasarkan Jaminan
a.       Unsecured bonds/ debentures (obligasi tanpa jaminan)
b.      Indenture (obligasi dengan jaminan)
c.        Mortage bond (obligasi yang dijamin oleh properti)
d.      Collateral trust (obligasi yang dijamin dengan skuritas)
e.        Equipment trust certificates (obligasi yang dijamin asset tertentu)
3.      Jenis Obligasi Berdasarkan Jenis Kupon[12]
a.       fixed rate, yaitu obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo.
b.       Floating rate, yaitu obligasi yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
c.        Mixed rate, yaitu obligasi yang memeberikan tingka kupon tetap untuk periode tertentu.
4.       Jenis Obligasi Berdasarkan Konversi
a.       Concertible bond, yaitu obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham setelah jangka waktu tertentu.
b.      Non-convertable bond, yaitu obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham.
Untuk mekanisme oprasional obligasi syari’ah, terdapat beberapa hal pokok mengenai obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah.
Untuk obligasi syari’ah mudharabah:
Untuk obligasi syari’ah ijarah: