Asas- asas Hukum
Acara Pidana
Pengertian asas hukum menurut Sudikno Mertokusumo bahwa
asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar
yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang
terdapat di dalam dan di belakang, setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan
dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan kongkrit tersebut.
- Asas-Asas Hukum Acara Pidana diantaranya adalah:
·
Asas Legalitas
1. Dalam
Pasal 1 ayat 1 KUHP mengatakan “ tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali
berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada’’.(Nullum Delictum
Nulla Poena Sine Previa Lege Poenali).
2. Setiap perkara pidana harus diajukan ke depan
hakim. (Lihat Konsideran KUHAP huruf ‘a’.
·
Asas Opportunitas
Seseorang
tidak dapat dituntut oleh jaksa karena dengan alasan dan pertimbangan demi
Kepentingan Umum jadi dalam hal ini dideponer (dikesampingkan). Walaupun asas
ini dianggap bertolak belakang dengan asas legalitas namun dalam UU Pokok
Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 1961, pasal 8 memberi kewenangan kepada
Kejaksaan Agung untuk mendeponer/ menyampingkan suatu perkara berdasarkan “Demi
Kepentingan Umum”. Hal ini dipertegas lagi dalam pejelasan KUHAP pasal 77 yang
bahwa yang dimaksud “penghentian penuntutan” tidak termasuk penyampingan
perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung.
·
Asas Perlakuan Yang Sama Di Muka
Hukum ( Equality Before The Law )
Asas ini
sesuai dengan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
Terdapat juga dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 a yang berbunyi “ perlakuaan
yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan
pembedaan perlakuan”.
·
Asas Praduga Tak Bersalah ( Presumption
Of Innocent )
suatu
asas yang menghendaki agar setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana
harus dianggap belum bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya itu. Dalam pemeriksaan perkara pada semua tingkatan pemeriksaan
semua pihak harus menganggap bagaimanapun juga tersangka/ terdakwa maupun dalam
menggunakan istilah sewaktu berdialog terdakwa.
Asas ini
dapat di jumpai dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf c. juga dirumuskan
dalam UU Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 8 yang berbunyi
“setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap”.
Menurut
M. Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah di tinjau dari segi teknis
penyidikan dinamakan “ Prinsip Akusator “. Akusator menempatkan kedudukan
tersangka / terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek
bukan sebagai obyek pemeriksaan. Oleh karena itu tersangka / terdakwa harus
didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukanmanusia yang mempunyai harkat dan
martabat harga diri. Yang menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator
adalah kesalahan ( tindak Pidana ) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa,
maka kea rah itulah pemeriksaan ditujukan.
·
Asas Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan, Dan Penyitaan Dilakukan Berdasarkan Perintah Tertulis Pejabat
Yang Berwenang
Asas ini
terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 b Penangkapan diatur secara rinci
dalam pasal 15 sampai pasal 19 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam
pasal 75 sampai 77 UU No. 31 Tahun 1997. Penahanan diatur dalam pasal 20 sampai
31 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 78 sampai 80, dan pasal
137 dan pasal 138 UU No. 31 Tahun 1997. Dalam KUHAP dan Peradilan Militer juga
mengatur mengenai Pembatasan penahanan. Penggeledahan diatur dalam pasal 32
sampai pasal 37 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dlam pasal 82 samapi
pasal 86 UU No. 31 Tahun 1997. Tentang Penyitaan diatur dalam pasal 38 sampai
pasal 46 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 87 sampai pasal 95
UU No. 31 Tahun 1997.
·
Asas Ganti Kerugian Dan
Rehabilitasi
Asas ini
juga terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 d Pasal 9 UU Pokok Kekuasaan
Kehakiman No. 48 Tahun 2009 yang juga mengatur ganti rugi. Secara rinci
mengenai ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam pasal 95 sampai pasal 101
KUHAP. Kepada siapa ganti rugi ditujukan, memang hal ini tidak diatur secara
tegas dalam pasal-pasal KUHAP.
·
Asas Peradilan Cepat, Sederhana
Dan Biaya Ringan
Mengenai
asas ini terdapat beberapa ketentuan dalam KUHAP diantaranya pada pasal 50 yang
berbunyi “Tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan penyidik,
segera diajukan ke penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke pengadilan
oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan”. Juga pasal-pasal lain
yaitu pasal 102 ayat 1, pasal 106, pasal 107 ayat 3 dan pasal 140 ayat
1.Tentang asas ini juga dijabarkan oleh KUHAP dalam pasal 98.
·
Asas Tersangka / Terdakwa Berhak
Mendapat Bantuan Hukum
KUHAP
pasal 69 sampai pasal 74 mengatur Bantuan Hukum yang mana tersangka atau
terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Asas bantuan hukum ini telah
menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan beradab.
·
Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana
dengan Hadirnya Terdakwa
Ketentuan
mengenai hal ini diatur dalam pasal 154, 155 dan seterusnya dalam KUHAP. Yang
menjadi pengecualiannya ialah kemungkinan dijatuhkan putusan tanpa hadirnya
terdakwa yaitu putusan Verstek atau in Absentia tapi ini hanya dalam
pengecualian dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas. Pasal 214
mengatur mengenai acara pemeriksaan verstek. Dalam hukum acara pidana khusus
seperti UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan lainnya dikenal
pemeriksaan pengadilan secara in absentia atau tanpa hadirnya terdakwa.
·
Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum
Pasal
yang mengatur asas ini adalah pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP yang berbunyi “Untuk
keperluan pemeriksaan hakim ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara mengadili kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
·
Asas Accusatoir
yaitu
penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.
Asas accusatoir menunjukan bahwa seorang terdakwa yang diperiksa dalam sidang
pengadilan bukan lagi sebagai objek pemeriksaan. Melainkan sebagai subjek. Asas
accusatoir telah memperlihatkan suatu pemeriksaan terbuka, dimana setiap orang
dapat menghadiri dan menyaksikan jalannya pemeriksaan. Terdakwa mempunyai hak
yang sama nilainya dengan penuntut umum, sedangkan hakim berada di atas kedua
belah pihak untuk menyelesaikan perkara pidana menurut hukum pidana yang
berlaku. Asas ini tersurat dalam KUHAP yaitu pada Pasal 52, Pasal 55, Pasal 65
karena kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa dengan
KUHAP telah dianut asas akusator (accusatoir).