Makalah Perjanjian Kerjasama Pertahanan Indonesia-Singapura


PERJANJIAN KERJASAMA PERTAHANAN
INDONESIA-SINGAPURA
(DEFENCE COOPERATION AGREEMENT)

I.          Latar Belakang Pembuatan Traktat
Hubungan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Singapura sangat erat karena bukan hanya faktor geografis dari kedua negara yang berdekatan tapi juga faktor sejarah. Indonesia dan Singapura sebagai negara tetangga yang abadi. Keamanan dan stabilitas di wilayah ini merupakan kepentingan vital kedua negara, guna menjamin terlaksananya pembangunan ekonomi, politik, social dan budaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara. Juga sebagai tindak lanjut dari amanat konstitusi, UU No. 37 Tahun 1999 yang disahkan seiring dengan rativikasi Pemerintah RI atas Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, dan Konvensi tentang Misi Khusus, New York 1969. Ratifikasi tersebut disahkan oleh UU No. 1 dan No. 2 Tahun 1982 dan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Suatu negara dikatakan kuat menurut J. Hans Morgenthau apabila memiliki unsur-unsur kekuatan negara diantaranya adalah militer yang kuat dan memiliki kemampuan tempur yang disegani oleh negara lain. Apabila dibandingkan dengan Singapura, Indonesia memang berbeda. Indonesia masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan. Dari segi sumber daya manusia, kekuatan ekonomi, pemerintah serta kekuatan pertahanan dan keamanan. Singapura memiliki keunggulan dibandingkan dengan Indonesia. Namun dari kelemahan yang ada, Indonesia memiliki keunggulan yang tidak dipunyai Singapura, Sumber daya alam, jumlah penduduk dan system pertahanan rakyat semesta.
  
II.        Tujuan Pembuatan Traktat.
Perjanjian perjasama pertahanan Indonesia-Singapura bermanfaat untuk memelihara stabilitas keamanan  kawasan dan akan memudahkan kekuatan militer kedua negara untuk bekerja sama mengatasi berbagai masalah maupun untuk menangkal setiap ancaman. Kerjasama bilateral di bidang pertahanan Indonesia-Singapura hanya terbatas pada latihan bersama, pengumpulan informasi intelijen, memperkuat kontak militer untuk transparansi dan menghilangkan kecurigaan, atau melawan musuh bersama di perbatasan atau perairan, seperti penyelundupan, pembajakan, dan"drug trafficking".
Sebagaimana dikatakan Panglima TNI, Dalam upaya pengamanan kawasan Selat Malaka, Indonesia-Singapura-Malaysia adalah negara yang paling intens melibatkan militernya untuk melakukan patroli bersama. Stabilitas keamanan di Indonesia dan Singapura memang sangat berpengaruh atas keamanan kawasan regional ASEAN. Indonesia adalah negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara, sehingga pengaruhnya sangat dominan. Sementara Singapura meski berpenduduk sekitar 4 juta orang, namun anggaran militernya adalah yang terbesar di antara negara-negara ASEAN, dan teknologi militernya adalah yang termaju. Singapura sejak tahun 1970 telah mengalokasikan rata-rata 6 persen dari GDP-nya untuk pengeluaran Pertahanan. Untuk tahun 1998 saja, belanja militernya 7,3 miliar dolar Singapura, dan negara itu memiliki lebih dari 200 pesawat tempur modern.
Hasil yang diharapkan melalui kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura adalah peningkatan kemampuan militer kedua negara, baik sistem komunikasi, penguasaan Fighter/Strike Operation, Tactical Trasnport Operation, Helicopter Operation maupun untuk meningkatkan kemampuan penguasaan alutsista yang lain. Bagi militer Indonesia dan Singapura kerjasama pertahanan ini penting untuk meningkatkan kemampuan personil militernya dalam melaksanakan operasi terkoordinasi, Angkatan Darat, Angkatan laut, dan Angkatan udara.
III.       Isi Pokok Traktat.
Tiga hal pokok dalam perjanjian kerjasama pertahanan (Defence Cooperation Agreement)Indonesia-Singapura, yaitu: Ruang lingkup, kerjasama latihan dan jangka waktu perjanjian. 

IV.       Klausula-klausula
A.        Lingkup Kerjasama
1.         Dialog dan Konsultasi bilateral secara berkala
2.         Pertukaran Intelijen, termasuk Kontraterorisme.
3.         Kerjasama bidang Ilmu Pengetahuan bidang teknologi
4.         Memajukan pengembanga SDM.
5.         Pertukaran siswa personel militer.
6.         Latihan bersama atau terpisah (operasi dan logistic) termasuk akses timbal balik ke area dan fasilitas latihan
7.         Kerjasama SAR, penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.

B.                 Kerjasama Latihan
1.         Pengembangan area dan fasilitas latihan di Indonesia untuk latihan bersama TNI dan Singapore Armed Force (SAF) serta provisi bantuan latihan untuk TNI.
2.         Penyedian akses ke wilayah udara dan laut Indonesia untuk latihan         SAF.
a.         Area Alfa 1: tes kelaikan udara, check penanganan dan latihan terbang
b.         Area Alfa 2: latihan matra udara
c.         Area Bravo : latihan maneuver laut republic of Singapore Navy (RSN), termasuk bantuan tembakan laut dan penembakan rudal bersama Republic of Singapore Air Force (RSAF).
3.         Pelaksanaan latihan secara rinci diatur dalam implementing arrangement (IA).
4.         RSAF boleh latihan bersama Negara-negara ketiga di area Alfa 2 dan area Bravo dengan seizin Indonesia.
5.         Indonesia berhak mengawasi latihan dengan mengirim observer dan berhak berpartisipasi dalam latihan setelah konsultasi teknis dengan pihak-pihak peserta latihan.
6.         Personel dan peralatan pihak ketiga akan diperlakukan sama dengan personel dengan angkatan bersenjata singapura.

C.                 Jangka Waktu
1.                  Berlaku untuk 25 tahun
2.         Para pihak dapat melakukan peninjauan terhadap Defences Cooperation Agreement (DCA) maupun IA setiap 6 tahun sekali setelah masa berlaku awal selama 13 tahun.
3.         DCA dan IA diperbaharui berlakunya selama 6 tahun setelah setiap peninjauan terkecuali atas kesepakatan bersama.
  
V.        Prinsi-prinsip Dalam Traktat
Seperti perjanjian kerjasama bilateral pada umumnya, perjanjian kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura berprinsip saling menguntungkan, yakni dimaksudkan untuk menjaga kepentingan ekonomi, keamanan, dan politik kedua negara. Perjanjian kerjasama yang bertajuk Defence Cooperation Agreement-DCA itu berlaku selama 25 tahun, kemudian setelah berjalan 13 tahun setiap 6 tahun perjanjian kerjasama itu dapat ditinjau kembali. Namun hukum ketatanegaraan Indonesia mensyaratkan bahwa perjanjian kerjasama dengan negara lain, termasuk perjanjian kerjasama pertahanan (DCA) Indonesia-Singapura proses ratifikasinya tetap harus melalui pembahasan DPR.

VI.       Komentar
Sejak gagasan awal sampai akhirnya di Tampak Siring, Bali pada tanggal 4 Oktober 2005, muncul sebuah kesepahaman bersama bahwa proses negosiasi untuk perjanjian kerja sama yang baru dalam bidang pertahanan akan dilaksanakan secara paralel. Sangat bisa dirasakan banyak keganjilan, apalagi setelah pertemuan kedua kepala negara, yakni Indonesia-Singapura pada penghujung tahun 2006, kedua pihak sepakat untuk mempercepat proses negosiasi sehingga perjanjian kerjasama pertahanan dapat terbentuk secara paralel dan berkesinambungan. Prosesnya nampak serba terburu-buru, yang sekaligus mengesankan kejar setoran, tapi juga secara substansial isi dari DCA yang sudah terlanjur ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 itu masih terasa banyak keganjilan.
Ungkapan kerja sama saling menguntungkan dalam perjanjian kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura, memunculkan pertanyaan mengenai perimbangan kekuatan (balance of power) antara Indonesia dan Singapura. Kapasitas dan kapabilitas Militer kita pada kenyataannya tidak mampu mengimbangi Singapore Armed Forces (SAF), dalam hal profesionalisme prajurit, perangkat militer, maupun dukungan anggaran untuk melakukan sebuah latihan militer bersama (joint military exercise), jauh di bawah Singapore Armed Forces (SAF). Dengan kata lain, tidak berimbangnya kekuatan pertahanan kedua negara maka ungkapan saling menguntungkan sejatinya tidak bakal terjadi, yang terjadi Indonesia hanya melihat pameran kekuatan pertahanan Singapore Armed Forces (SAF) yang mengobok-obot wilayah territorial kita. Dari nilai strategis hubungan TNI dan SAF seharusnya lebih dilihat dalam konteks proyeksi pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia ke depan, bukan saat ini. Karena kekuatan pertahanan Indonesia  lebih dari sewindu reformasi, pemerintah dalam hal ini Departemen Pertahanan belum juga menyelesaikan kaji ulang strategis pertahanan (strategic defense review), lebih dari 5 tahun pemerintahan SBY masih juga belum menampakkan adanya kebijakan umum tentang pertahanan negara yang seharusnya ditetapkan oleh Presiden sejak awal masa pemerintahannya, dan profesionalisme TNI hanya dapat dikembangkan menjadi pertahanan negara yang dapat diandalkan dan dikembangkan apabila seluruh alutsista dan pelatihan militer didasarkan atas pengembangan postur pertahanan yang mumpuni dan seimbang dengan jumlah penduduk dan luas wilayah negara. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kerjasama strategis ini tidak menemukan dasar kontekstual dengan postur pertahanan Indonesia saat ini.
Keterbatasan geografis Singapura dan kebutuhan negara tersebut akan daerah latihan militernya mempertegas bahwa perjanjian kerjasama pertahanan ini lebih dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan Singapura ketimbang memperhatikan nilai strategis pengembangan postur pertahanan Indonesia. Dalam konteks ini bisa dikatakan bahwa pemerintahan SBY mempertaruhkan kedaulatan negara dan kehormatan bangsa Indonesia demi kepentingan bangsa lain, apalagi Singapore Armed Forces (SAF) dalam pelaksanaan latihan militernya diberi hak untuk bisa latihan bersama yang melibatkan dengan militer negara lain. Seharusnya dipertegas bahwa Defence Cooperation Agreement Indonesia-Singapura ini merupakan perjanjian bilateral bukan unilateral, dengan demikian tidak boleh ada keterlibatan negara lain, selain Singapura. Sehingga juga tidak ada keharusan bagi Indonesia untuk memperlakukan negara ketiga manapun, serupa dengan perlakuan terhadap Singapura. Selain, juga harus dicermati bahwa kewenangan Singapura dalam hal penggunaan wilayah laut dan udara Indonesia dan keterlibatan negara ketiga dalam latihan militer berpotensi tidak dapat dikontrol dan dipantau oleh TNI karena keterbatasan kapasitas dan kapabilitas TNI sendiri.
Dalam Defence Cooperation Agreement (DCA) ditegaskan bahwa kedua negara akan mengesampingkan ekses-ekses yang ditimbulkan akibat dari kerjasama ini karena jaminan yang diberikan hanyalah untuk personil dan peralatan militer dan/atau pun personil sipil yang terlibat langsung dalam latihan militer dimaksud. Padahal, perjanjian kerjasama pertahanan ini akan mengikat selama 25 tahun. Celakanya, perjanjian ini sudah terlanjur diterima dan ditandatangani oleh kedua negara, implementasinya baru akan bisa ditinjau ulang setelah berlaku selama 13 tahun, dan itu pun hanya bisa dilakukan secara periodik 6 tahunan. Artinya, evaluasi hanya dimungkinkan 3 kali, yaitu pada tahun ke-13, ke-19, dan terakhir tahun ke-25. Sehingga jika dalam setiap periode waktu 13 tahun, dengan setahun frekuensi latihan 4x (triwulan)  tersebut timbul ekses akibat latihan militer, maka bisa dipastikan Riau daratan akan porak poranda diterjang meriam Singapura dan gabungan dari negara ketiga .
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkesimpulan, bahwa perjanjian kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura sebagaimana telah dituangkan dalam DCA, mau tidak mau harus di renegosiasi untuk dapat di reformulasi sebelum dinyatakan sebagai keputusan akhir, lanjut atau berhenti sampai di sini.
Dalam konteks ini, saya kira, anggota DPR-RI dan DPD, perlu terus memainkan peran strategisnya, setidaknya hal ini juga dimungkinkan berdasarkan DCA itu sendiri, tentang penyelesaian perselisihan yang masih membuka ruang bagi penyelesaian secara damai terhadap setiap hal yang timbul dari penafsiran atau pelaksanaan perjanjian ini. Bahkan juga membuka pula saluran diplomatik seandainya penyelesaian masalah tersebut gagal mencapai kesepakatan. Selain itu, dalam perjanjian ini juga dapat digunakan oleh DPR untuk mengkonsolidasikan sikap politiknya dalam menolak ratifikasi. Dalam Defence Cooperation Agreement ini mempertegas bahwa "perjanjian ini dapat diubah secara tertulis dengan persetujuan bersama" bahkan bisa digunakan sebagai senjata pamungkas DPR. Isi dari perjanjian ini salah satu pasalnya menegaskan bahwa "setiap perubahan pada perjanjian ini akan berlaku pada saat pemberitahuan yang paling akhir dari para pihak yang memberitahukan bahwa semua persyaratan domestik yang diperlukan, termasuk, sudah barang tentu, persetujuan DPR dan/atau ratifikasi telah dapat dipenuhi.
Sekarang segalanya berpulang pada kehendak politik pimpinan nasional, pihak yang paling bertanggungjawab atas proses kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura. Ketegasan dan tanggungjawab untuk pengungkapan atas segala keganjilan  yang menyertai proses ini perlu diungkap sebagai suatu keniscayaan demokrasi sebelum pada akhirnya kita, rakyat Indonesia, juga akan menyatakan pendapatnya, menolak atau menerima hasil dari para negosiator Defence Cooperation Agreement/DCA Indonesia-Singapura.

DAFTAR PUSTAKA
       
             Perwita, DR Anak Agung dan DR. Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. 2005. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
            Rezasyah, Teuku. Politik Luar Negeri Indonesia Antara Idealisme Dan Praktik. 2008. Bandung, Humaniora.
            Hidayat Mardiyanto. Geo-Politik, Teori dan Stratgei Politik dalam Hubungannya dengan Manusia, Ruang dan SDA. Surabaya, Usaha Nasional.
            Mas’oed Mohtar. Ilmu Hubungan Internasiona,  Disiplin dan Metodologi Dictionary. LP3ES, Jakarta, 1990.
           Sjamsoeddin, Sjafrie, Mayor Jendral. Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Singapura Bebas dari Kepentingan Politik dan Ekonomi, Tempo, Jakarta, Rabu, 25 April 2007.
          Taufiq, Muammad, Dibalik Penolakan DCA (Defence Cooperation Agreement), Harian Suara merdeka, 23 juni 2007.
           Sitanggang, Hisar, Perjanjian pertahanan Indonesia-singapura siapa diuntungkan?, Senandika Hukum, 10 Mei 2009.